Friday, August 12, 2005

Sandal Jepit Bucin

Di artikel Cakram terbaru, Indonesia tercatat sebagai negara ASEAN dengan perolehan award kreatif iklan internasional paling miskin.

(sigh)

Tadi siang gue sm anak kantor sholat jumat. Pas masuk mesjid, Bucin menyimpan sendal jepitnya di atas pagar. Semula gue bingung. Mau ngumpetin sendal supaya gak ketuker (atao diambil) kok malah ditaro lebih atas dibanding sendal-sendal lainnya. Sendirian pula. Bukannya malah menarik maling sendal untuk ngambil?

Sepanjang khotbah jumat, (lagi-lagi) gue gak khusuk. Malah sibuk mikirin sendal jepit Bucin. Dan gue menemukan (mudah2an) jawaban. Sendal jepit ditaro di atas pagar, meski sendirian, tapi malah akan luput dari perhatian maling. Sebab maling terbiasa mencari sendal bagus diantara tumpukan sendal.

See? Gue bukannya lagi megang klien sendal. Cuma kepikiran aja, kenapa Indonesia dibilang paling gak kreatif. Buat sebuah negara dengan regulasi iklan seperti ini, pasar seperti ini dan pemahaman klien seperti ini, orang iklan di Indonesia bisa jadi pembuat iklan paling kreatif. Bucin contohnya. Bucin tahu betul psikologis maling (pasar), celah pagar(media) dan produknya (sendal jepit biru). Akal-akalannya jalan. Strategi menyiasati pasar-nya bekerja baik. Itu juga
yang dilakukan Capuccino Djarum Black-nya Macs909. Dan masih banyak lagi.

Pasar kita memang pasar iklan yang dibilang norak. Kalo bikin iklan "keren" yang pesennya gak ditangkep pasar, kan malah mengkhianati tujuan periklanan. Apalagi TVC. Audience-nya TV nasional yaa emang pasar yang "norak" itu. Iklan keren cuma efektif ditempatkan di majalah mahal ekslusif. Pasar terbesar juga orang-orang "norak" itu. Jenis konsumen heavy viewer yang gajinya selalu abis menuhin kebutuhan sehari-hari, tanpa berpikir investasi. Jadilah mereka pembeli potensial.

"Yang para praktisi iklan kita lakukan sudah hebat. Mengakali aturan, berbicara dengan bahasa pasar dan meningkatkan penjualan." Dan itu menggunakan daya kreatifitas yang tinggi. Bayangin aja, Bucin aja sampe mikir sekreatif dan sejauh itu tentang cara menyimpan sendal supaya gak ilang.

Tentang pembuktian kreatifitas di ajang internasional? Bukan kreatifitas kali. Tapi selera. Mereka bikin iklan gitu mungkin karena selera publiknya gitu. Mereka bikin visual dengan warna tertentu karena psikologis warna sekitarnya begitu. Coba perhatiin deh. Kenapa foto dengan latar belakang tempat di luar negeri keliatan lebih bagus, dibanding kita berfoto di jakarta. Padahal sama aja temanya. Cuma ambiencenya beda. Warnanya beda. Mereka ngambil warna sehari-hari untuk diaplikasi di iklannya. Kita bilang keren. Kita ngambil warna sekitar kita untuk iklan. Kita bilang norak.

Apa bedanya "wes ewes ewes bablas anginne" nya Antangin sama "Zoom-zoom"nya Mazda? Zoom-zoom lebih keren. Keren menurut standarnya siapa? Standarnya orang yang selalu mencocokan seleranya dengan selera negara maju.

Merdeka-lah Indonesia.

Arya Gumilar
SemutApi Colony

1 Comments:

Blogger pporicrazy said...

huhuhuw...
sayyah setuju sekali dengan bung inih..
emang segala sesuatu kdang gakk bisa diukur dengan sebuah parameter yang samaa...
apalagih untuk urusan yang emang "relatif" ...
syapa yang bisa bilang "yang ini kreatif", blom tentuh buwat orang laen jugah sama...

sayyah pernah dapet satu 'quote' dari orang kreatif salah satubiro iklan yangg lumayan gedhe di jogja...
"klo mo bikin iklan buwat dapet award,,ya bikinlah ikln yang sesuai sama selera jurinyah,,
klo mo biki iklan yang menjual,,ya bikinlah sesuai dengan selera pasarnyah.."

betewe,,postingan nyah bole sayyah link buwatt di blog sayyah tak ya??

jadi pengen nulis juga nihh ttg 'iklan'...

matur nuwunnn... ^^

4:23 PM  

Post a Comment

<< Home